Menjadi seorang guru (ternyata) merupakan cita-cita pertama di masa kecil saya. Setelah sempat berubah cita-cita menjadi seorang dokter anak (karena saya menyukai anak-anak), akuntan (karena senang hitung-menghitung sekaligus terinspirasi sepupu yang menjadi seorang akuntan), serta ahli gizi, akhirnya saya kembali pada fitrah awal saya untuk meraih cita-cita menjadi seorang guru.
Tidak dipungkiri, cita-cita menjadi guru kembali terpatri kuat setelah mendapat nasehat Mama. Saat itu Mama memberi nasehat dan arahan saat saya akan menentukan jurusan di perguruan tinggi. Menurut Mama, menjadi guru adalah ladang pahala bagiku selain penghasilan yang bisa didapat. Bagi seorang wanita, guru akan menjadi pekerjaan yang tak begitu banyak menyita waktu, karena waktu bekerja lebih fleksibel dan luang sehingga urusan rumah tangga nantinya tak akan terbengkalai.
Tidak dipungkiri, cita-cita menjadi guru kembali terpatri kuat setelah mendapat nasehat Mama. Saat itu Mama memberi nasehat dan arahan saat saya akan menentukan jurusan di perguruan tinggi. Menurut Mama, menjadi guru adalah ladang pahala bagiku selain penghasilan yang bisa didapat. Bagi seorang wanita, guru akan menjadi pekerjaan yang tak begitu banyak menyita waktu, karena waktu bekerja lebih fleksibel dan luang sehingga urusan rumah tangga nantinya tak akan terbengkalai.
Gambar diambil dari sini |
Alhamdulillah, segala proses menjadi seorang guru berhasil saya lalui. Rasanyaa luar biasa. Menjadi guru berarti menjadi contoh, panutan, teladan. Karena guru adalah orang yang digugu dan ditiru, saya dihadapkan pada lingkup pekerjaan yang selalu dinamis, yang mewajibkan sebuah pembelajaran sepanjang hayat. Dan ternyata, ada banyak keuntungan, banyak enaknya menjadi seorang guru, lho. Berikut ringkasan pengalaman saya selama menjadi seorang guru, hehe.
Secara private, saya memang pernah mengajar murid sekolah dasar hingga karyawan. Melalui kegiatan belajar itu, saya bisa mengenal lebih banyak orang, lebih tau berbagai karakter anak hingga orang dewasa, belajar bergaul dengan lebih luwes, juga mengunjungi tempat-tempat baru (khususnya saat saya mengajar karyawan dan sesekali menjadi interpreter). Nah, saat menjadi interpreter itu pula saya mendapat kesempatan untuk berbicara lebih intens dengan foreigners. Hehe, gaya dikit laahh, ngomongnya sama bule :D
Saat menjadi guru di sebuah institusi pendidikan, keuntungan yang sama juga Alhamdulillah bisa saya dapatkan. Secara materi, jenjang karir dan penghasilan sudah lebih dari cukup. Namun diluar itu, keuntungan moriil lain juga bisa didapatkan.
Menjadi guru berarti menjadi teladan, yang berusaha melakukan hal-hal baik kapanpun, dimanapun. Karena guru akan selalu menghimbau agar siswa melakukan kebaikan, maka sebuah keniscayaan bahwa guru harus melakukannya terlebih dahulu agar bisa menjadi contoh yang baik. Maka guru seperti memiliki 'pengawas' otomatis yang tersebar di segala penjuru, yang akan jadi pengingat untuk berlaku baik.
Menjadi guru berarti menjadi pembelajar sejati yang harus selalu meningkatkan kualitas diri dan metode mengajar demi kepentingan siswa. Pun dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kini semakin pesat, guru mendapat tantangan lebih untuk mengikutinya agar dapat menjadi tempat bertanya dan meminta solusi oleh siswa.
Menjadi guru berarti memiliki kemampuan public speaking yang apik, karena guru selalu menghadapi makhluk hidup yang dinamis dan berbeda karakter. Guru akan berinteraksi dengan siswa, para orang tua, hingga masyarakat sekitar. Dengan menjadi guru, kemampuan public speaking akan terus terlatih dengan sendirinya, sehingga dapat memudahkan komunikasi dengan masyarakat luas di luar lingkup kerja.
Menjadi guru berarti memiliki koneksi yang luas, karena kita mengenal dan dikenal banyak orang. Bayangkan, dalam setahun kita mengenal sekian orang tua murid dengan latar belakang keluarga, keterampilan dan pekerjaan berbeda. Setiap tahun akan ada kenalan orang tua murid baru, yang otomatis menambah saudara dan jaringan kita.
Menjadi guru berarti belajar mendidik anak, sebelum mendidik anak sendiri. Untuk yang ini khusus untuk diri saya, karena saya belum dikaruniai anak, maka anak-anak didik saya lah tempat saya belajar dan mengekspresikan gaya mendidik saya.
Menjadi guru berarti membuka ladang pahala seluas-luasnya, bila niat mendidik serta menebarkan ilmu yang bermanfaat sesuai dengan perintah Allah dan RasulNya. Bayangkan bila secuil ilmu baik & bermanfaat yang kita sampaikan pada anak didik, dapat diterapkannya dalam hidupnya lalu disampaikan kembali pada orang lain, hingga anak cucunya....Masyaa Allah....betapa rantai pahala akan terjalin di dalamnya. Insyaa Allah.
Nah, secara riil nih, secara nyata, enaknya jadi guru, banyaaakkk. Pintu rezeki kita dapat terbuka saat menjadi guru. Pernah dulu saat mengajar di SD, saya tetiba mendapat sepaket perlengkapan mandi dari orang tua siswa yang bekerja di Un*lever. Saat itu, lumayaan lah bisa mengurangi jatah belanja bulanan, hehe. Lalu, setiap ada siswa yang berulang tahun dan membawa bingkisan untuk teman-teman di sekolah, maka gurunya pasti kebagian. Pun ketika sang guru ultah, tidak jarang bisa menerima kue dan kado dari para siswa. Nah lain lagi dengan bingkisan akhir tahun, hehe, para walas dan guru bidang studi Alhamdulillah bisa kebagian rasa bahagia dari para orang tua. Nah, yang tidak kalah enaknya adalah saat para siswa bertamasya, misal rihlah perpisahan, study tour, dan lain sebagainya, para guru sembari bekerja mengawasi siswa juga bisa sekaligus liburan dan jalan-jalan, kan? Hehe.
Daann...itulah sekelumit enaknya jadi guru dari kacamata saya -yang selalu saya pakai ini hehe. Bukanlah keuntungan atau rasa enak dalam hal materi saja yang jadi tolak ukur saya, melainkan yang utama adalah meraih pahalaNya, meraih kemuliaan dengan jalan menebar ilmu bermanfaat.
Semoga bermanfaat :)
Hihi..Keren nih, Mbak, aku masih belajar jadi guru yang profesional.
ReplyDeleteApalagi sayaa mbak.. Bisa planning, tp acting nya kdg2 ngawur..hehe. Semangat mbak :)
Delete