Judulnya beraattt yaaa pemirsah. Tapi isi tulisannya simpel sih, intinya pesan untuk diri sendiri akan hikmah segala takdir di 2018 dan apapun yang akan dihadapi di 2019.
Berawal dari ingatan tentang sebagian kecil cerita dalam novel I am Sarahza karya mbak Hanum Rais itu. Di masa-masa sulit yang Ia alami dan gambarkan dalam novelnya, mbak Hanum sempat berkata pada suaminya yang kurang lebih isinya: mengapa kebahagiaan memiliki anak hanya diberikan pada wanita-wanita lain, yang diantara mereka ada yang bahkan tidak mengharapkan kehadiran anak; mengapa titipan anak tidak diberikan pada Hanum, yang dengan usaha kerasnya sangat menginginkan buah hati. Sampai disini saya terbawa emosi yang dibangun Hanum, karena toh sering kali saya merasakan hal yang sama terutama bila menyangkut tentang anak.
Dengan bijaknya Rangga menanggapi: andai Hanum membalik semua sudut pandang dan pertanyaannya, bahwa mengapa kebahagiaan dalam hal karir, ketenaran, finansial tidak menghinggapi wanita-wanita di luar sana yang mungkin sudah berusaha keras menjadi penulis terkenal berharap bukunya menjadi best seller seperti Hanum; mengapa kesuksesan itu malah diberikan pada Hanum yang tidak serta merta berharap bukunya akan laris manis di pasaran. Dan di bagian ini, saya tersadar dan salut dengan sosok Rangga yang bisa melihat suatu hal dari sudut pandangan berbeda, sudut pandang yang lebih positif pastinya.
Itulah hidup, itulah saya. Yang selama ini hanya memandang takdir saya dari sisi negatifnya terutama tentang harapan mendapatkan anak :(
Tapi ajaib, penggalan cerita di novel I am Sarahza seperti yang tertulis di atas terus terngiang-ngiang dalam pikiran saya. Betapa bodoh dan ruginya saya bila hanya terpaku pada kesedihan akan satu takdir yang saya idam-idamkan (punya anak) yang justru membawa saya pada keputusasaan. Sedangkan ribuan takdir baik selama ini juga terjadi pada saya. Bila ingatan tentang hal ini muncul, rasa sedih, malu, kesal akan pertanyaan pada diri sendiri "kapan saya punya anak?" akan perlahan terganti dengan bayangan akan nikmat-nikmat Allah yang tak putusnya pada saya.
Alhamdulillah saya punya keluarga lengkap, dan sehat. Saya punya suami, orang tua, mertua, adik beserta istri dan anak-anaknya yang semua dalam kondisi sehat wal'afiat, dan kami hidup dengan amat rukun. Disaat teman-teman di sekitar saya ada yang belum menikah, ada yang sudah ditinggal ibu/ayahnya, ada yang orang tuanya sakit sehingga harus merawatnya dengan kesabaran luar biasa, atau ada pula yang tidak akur dengan mertua atau saudara iparnya.
Alhamdulillah saya dan suami punya pekerjaan yang bisa mencukupi kebutuhan hidup kami. Bukan bermaksud sombong, bahkan di mata rekan-rekan di tempat saya mengajar posisi pencapaian saya seringkali menimbulkan komentar "enak ya..." dari mereka. Mendapat tugas mengajar (hanya) sesuai latar belakang pendidikan, jam mengajar yang wajar, berstatus guru tetap yayasan dan dalam proses mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG) untuk meraih Sertifikasi adalah hal-hal yang saat ini juga diidamkan oleh rekan-rekan saya di sekolah. Disaat mereka ada yang mengampu berbagai pelajaran diluar latar belakang pendidikan, masih menanti pengangkatan guru tetap, dan bahkan masih jauh dari kesempatan mengikuti PPG.
Alhamdulillah saya dan suami tinggal dekat dengan orang tua & mertua, bisa main sana main sini sesukanya kapanpun, bisa tengok-tengok meski di waktu yang singkat. Disaat teman-teman lain merantau berjauhan dengan orang tua dan mertuanya, jadi butuh effort lebih untuk bertemu.
Alhamdulillah saya punya suami yang amat support dan pengertian. Disaat ada teman-teman lain yang suaminya menuntut A, B, lalalala atau membatasi dalam banyak hal.
Alhamdulillah untuk banyak takdir baik untuk saya dan keluarga. Sebelumnya takdir-takdir baik ini tertutupi dengan keluh kesah dan keputusasaan tentang satu doa dan impian yang belum terwujud. Sungguh ku amat bodohnyaaaa T_T
Bila saya adil, harusnya saya bertanya-tanya juga mengapa segala kebaikan, nikmat dan takdir baik ini diberikan pada saya bukan pada teman saya yang lain!? Agar saya tidak terpaku pada pertanyaan, mengapa kesulitan ini hanya menimpa saya, bukan teman saya yang lain!?
Tapi nyatanya saya hanya berat pada sisi yang negatif, dan auto melupakan sisi positifnya.
Sungguh ku amat bodohnyaaaa T_T
Dan perenungan di akhir tahun ini sekaligus menjadi hal yang wajib diingat di tahun-tahun selanjutnya adalah,
- syukuri hal-hal yang kecil, maka yakinlah bahwa nikmat yang lebih besar akan tiba
- sibukkan pikiran dengan mencari nikmat yang bisa disyukuri, dibanding terpaku pada kesulitan yang terus dicaci
- edarkan pandangan pada orang lain yang takdirnya tidak lebih baik, agar diri ini terpacu untuk bersyukur
- yakinkan diri bahwa takdir tiap orang berbeda, dan kebahagiaan yang mereka tampakkan di depan kita adalah mungkin hasil dari berbagai ujian yang belum tentu sanggup kita pikul :)
"Nikmati saja takdirmu, karna takdirmu adalah yang terbaik untukmu"
Dari @fiqihwanita_ |
Selamat mensyukuri takdirmu di 2018 dan menyambut takdirmu di 2019 :)
Happy 29th for me :)
No comments:
Post a Comment