Seekor anak unta yang
mulai menyadari keberadaan dirinya dan keberadaan dunia, bertanya pada
induknya: “Ibu, mengapa rambut di atas mataku ini lama-lama tumbuh
semakin panjang saja, sehingga seringkali mengganggu penglihatanku?”
Induk unta menjawab, “Oh anakku, rambut di atas matamu itu bermanfaat
untuk menjaga matamu tetap bersih dan tidak kemasukan pasir apabila kamu
berjalan di tengah-tengah badai pasir .”
Si anak unta bertanya lagi, ”Ibu,
mengapa telapak kaki-kakiku ini sedemikian lebar sehingga kerapkali
menggangguku kalau aku bermain lari-lari dengan kawan-kawanku?” Si
induk unta pun menjawab lagi, “Oh anakku, telapak kakimu yang tebal ini
akan berguna kalau kamu berjalan di atas padang pasir sehingga tidak mudah tenggelam dan terperosok ke dalam pasir-pasir
yang halus.”
Si anak unta yang semakin penasaran mendengar
jawaban-jawaban dari ibunya itu, kemudian bertanya lagi, “Ibu, mengapa
punggungku ini tidak rata seperti punggung binatang-binatang lain, tapi
ada punuknya?” Si induk unta dengan penuh sabar dan
kasih sayang menjelaskan lagi pada anaknya, "Anakku, di bawah punuk
punggungmu itu ada ruang untuk tempat kamu menyimpan
cadangan air minum, sehingga kamu tidak akan cepat kehausan meskipun berjalan di tengah-tengah padang pasir berhari-hari tanpa minum
seteguk air pun.”
Mendapatkan penjelasan yang panjang lebar dari
induknya tersebut, si anak unta bukannya malah faham akan tetapi malah
bingung dan tambah penasaran. Dia pun kemudian bertanya pada
ibunya, "Tapi Ibu, kita kan tinggal di kebun binatang, bukan tinggal
ditempat yang Ibu gambarkan seperti tadi. Dan Ibu pun tidak pernah
mengajakku pergi ke luar dari tempat tinggal kita ini. Jadi, apa gunanya
semuanya ini untuk diriku?" Sekarang giliran si Ibu unta yang menjadi
bingung . . . .
Cerita di atas menyiratkan makna yang dalam, yakni betapa ironisnya kalau segala kelebihan yang diberikan Tuhan tersebut tidak dia pergunakan karena hidup mereka semata-mata hanya dihabiskan di kebun binatang.
Begitu pun manusia, yang seringkali mengabaikan karunia Alloh yang begitu besar dan banyaknya. Manusia (saya khususnya) kerap mengeluhkan kesulitannya tanpa memaksimalkan potensinya. Padahal, Allah telah mengukur kadar ujian bagi seorang hamba, yakni yang sepadan dengan potensinya. Kesimpulannya, tak akan berguna potensi dan kelebihan yang manusia dapat dari Allah bila tak digunakan menurut porsi yang pas, khususnya untuk mendatangkan maslahat bagi dirinya dan orang lain.