Tuesday 16 November 2021

"KENAPA MENJADI GURU?"

Menjadi guru adalah cita-cita pertama saya, yang terbayang saat kelas 1-2 SD dulu. Sebabnya, saya melihat guru adalah sosok yang keren; karena bisa membuat saya memahami dan menguasai hal-hal baru. Guru-guru kelas saya selalu mengajar dengan sabar, bersikap ramah, bersahabat, dan tegas.

Pada masa itu, saya merekam semua kalimat dan gaya mengajar guru saya. Sepulang sekolah, saya langsung berperan jadi guru, mempraktikkan apa yang guru saya lakukan di sekolah. Iya, saya jadi guru-guruan yang menulis di papan tulis (ada papan tulis di rumah), menunjuk 'murid-murid' (khayalan) untuk menjawab soal, membagikan buku-buku untuk para 'murid'.
Seabsurd itu memang saya dulu 😁
Semakin besar, cita-cita mulia jadi seorang guru sempat berganti-ganti dengan yang lain. Sampai akhirnya di penghujung SMA, orangtua memberikan pencerahan agar saya menempuh jurusan kependidikan.
Orangtua saya bukan seorang guru, namun mereka mengarahkan saya menjadi guru karena betul-betul memikirkan masa depan saya. Dalam nasihatnya mereka menyebutkan bahwa menjadi seorang guru berarti memiliki kesempatan untuk berbuat baik dan memberikan manfaat bagi orang lain. Kebaikan yang guru sampaikan pada anak didiknya bisa menjadi amal jariyah. Ilmu yang diamalkan dan disampaikan lagi pada anak didik bisa menjadi ilmu yang bermanfaat.
Dari nasihat-nasihatnya, jelas orangtua saya mengarahkan saya pada kepentingan akhirat, selain manfaat duniawi yang bisa juga didapatkan. Menjadi guru berarti memiliki waktu yang lebih fleksibel, sehingga kelak ketika sudah berkeluarga saya masih punya banyak waktu dengan keluarga.
Saat itu saya baru teringat lagi akan cita-cita Dessy kecil menjadi seorang guru. Bismillah, dengan do'a dan ridho orangtua saya mantap memilih jurusan pendidikan kelak mengabdi sebagai seorang guru.

Tapi….
Keyakinan ini tergoyahkan dengan kondisi keluarga yang bisa dibilang tidak ada penghasilan tetap.