Sunday 10 January 2016

Kami dan Filosofi Bulu Tangkis

Tulisan ini agak berbeda dari yang sudah-sudah. Di sini saya akan lebih filosofis -halaaahh- tentang kehidupan rumah tangga kami -saya dan suami tentunya- dan olahraga bulu tangkis.

Alkisah....


Saya dan suami adalah tipe orang yang malas berolahraga. Kegiatan kami setiap hari cukup padat, saya pulang sore hari dan suami malam hari. Bahkan hari Sabtu pun kami masih harus masuk kerja. Sesampainya di rumah, saya akan sibuk dengan pekerjaan rumah, sedangkan suami lebih memilih bersantai dan beristirahat. Pagi hari selepas sholat Subuh pun kami asyik dengan kegiatan masing-masing sebelum berangkat ke tempat kerja. Rasanya kami tak sempat untuk olahraga, meski hanya berjalan santai atau jogging. 

Padahal seringkali saya menyampaikan keinginan agar (minimal) suami mau berjalan santai atau jogging setiap pagi agar ia bisa mendapat tubuh yang lebih sehat dan ideal. Ya, suami saya berbadan cukup besar, mayoritas waktunya digunakan untuk duduk, terutama saat bekerja. Sehingga tidak ada alokasi waktu khusus untuk membakar lemak, hehe. Sejujurnya saya ingin membersamainya berolahraga, namun pagi hari merupakan hectic hour buat saya menyiapkan berbagai keperluan untuk saya dan suami. Akhirnya, suami pun hanya mengiyakan, tanpa pernah melakukan saran saya.

Hingga suatu hari saya membulatkan tekad mengajaknya berolahraga di Ahad pagi. Ya, itulah waktu yang tepat untuk kami 'memaksakan diri' berolahraga. Setelah mendiskusikannya dengan suami, saya memutuskan memulai dengan bermain bulu tangkis. Kami sengaja memilih olahraga ringan yang bisa dilakukan dengan santai, namun sarat akan usaha untuk mendapat tubuh yang lebih sehat. Singkat cerita, pada akhir pekan itu kami berhasil mewujudkan mimpi untuk berolahraga, yakni bermain bulu tangkis. Yeay! Tidak lama memang, satu jam..sudah termasuk pemanasan, dan ketawa-ketiwi, hehe.

Filosofi itu adalah....


Selepas bermain bulu tangkis itulah, saya teringat akan permainan bulu tangkis saya dan suami. Dan muncullah filosofi permainan bulu tangkis dan hubungannya dengan rumah tangga.

Friday 1 January 2016

STORIES in 2015

Bismillah...

Tulisan ini akan saya awali dengan penyesalan yang mendalam atas ketidakkonsistenan saya dalam mengisi blog ini. Fiuhh, tulisan terakhir tertanda Agustus 2015. Artinya 6 bulan penuh saya tidak menorehkan sedikitpun cerita di sini. Maka hari ini, 1 Januari 2016 saya bertekad memunculkan kembali semangat membaca dan menulis, agar blog ini tak sekedar ditengok tanpa dijadikan tempat berkarya.

2015 bagiku...


Adalah tahun yang luar biasa. Banyak cerita suka dan duka dilalui di dalamnya, yah layaknya hidup yang selalu menampakkan dua sisinya. 

2015 adalah tahun pertama yang secara full saya lalui bersama suami, sebagai keluarga kecil yang berada diantara dua keluarga kami. Ya pada tahun ini kami masih mondar-mandir, dari tempat orangtuaku ke tempat orangtua suamiku. Begitulah yang kami jalani setiap pekan, setahun penuh. Dari sana terasa kebersamaan, kehangatan, cinta kasih dari keluarga kami yang bertambah banyak.


Mengawali tahun 2015 dengan wisata bersama keluarga besar Mama (Candi Prambanan, 2015)

2015 saya lalui bersama suami, waktu kami habiskan berdua, karena amanah dan rejeki berupa anak belum Allah berikan pada kami di tahun ini. Hikmahnya: kami masih bebas menghabiskan waktu berdua, belajar jadi suami & istri yang lebih baik, menjalankan kesenangan dan hobi, menabung untuk masa depan keluarga, menjadi lebih dekat dengan orangtua, dan membantu mereka sebisa kami.

2015, Maret. Menjadi waktu yang indah, genap setahun pernikahan kami. Bersyukur luar biasa karena kini kami sah dan halal sebagai suami istri. Namun daftar PR masih panjang, khususnya PR saya sebagai istri yang belum sepenuhnya bisa melayani suami. Do'a pun terus terlantun, agar Allah mempercayakan momongan pada kami. Alhamdulillah, banyak keluarga & sahabat yang turut mendoakan.

2015, Mei. Salah satu hajat besar sekolah dilaksanakan, Ujian Nasional. Sebagai ketua panitia saat itu, saya menanggung harapan banyak pihak agar ujian bisa terlaksana dengan lancar, dan siswa-siswi dapat kami antarkan ke sekolah yang menjadi tujuan mereka. Kekhawatiran akan pelaksanaan ujian mandiri pertama kali di sekolah kami tersebut membayangi saya, namun perlahan-lahan kebingungan dan ketidaktahuan kami dapat terurai satu persatu sehingga pada hari H pelaksanaan, segala yang dibutuhkan dapat kami siapkan, walau masih ada kekurangan di sana sini. Pengalaman mendampingi siswa untuk menginduk ujian nasional pada tahun sebelumnya menjadi bekal utama saya dalam mengatur pelaksanaan ujian di sekolah. Berminggu-minggu saya dan sekretaris lembur hingga larut untuk mempersiapkan administrasi kegiatan. Pun dengan bendahara yang pusing berkeliling-keliling mengatur anggaran yang luaarr biasa besarnya :)