Thursday 25 January 2018

Resensi: Senja Berlalu di Kuala Lumpur

Adalah Kemal, lelaki muda yang memutuskan melancong sementara ke negeri Jiran seorang diri. Bukan karna tak ada yg menemani, ia yang beristrikan Sawitri dan ayah dari gadis kecil Marina sengaja menyendiri demi mengurai benang kusut dalam pikirannya. Sawitri yang baru genap 2 tahun menjadi istrinya tiba2 menggugat cerai. Tak ada alasan jelas. Hanya sikap Sawitri yang makin jelas tidak karuan: temperamental, meledak-ledak, dan mudah marah.

Sebagai suami, Kemal merasa sudah memberikan yang terbaik bagi keluarganya. Ia pun tidak habis pikir, Sawitri yang dulu mampu bersikap lembut dan penurut, kini justru bagai macan yang setiap saat bisa menerkamnya. Tidak ada lagi kelembutan pada Kemal, pun pada Marina ia seolah acuh.


Niatnya ke Malaysia hanya untuk menenangkan diri sebelum ia mengambil keputusan besar dalam hidupnya, tentang pernikahannya. Di negeri Jiran tersebut ia menjadi tamu Kak Ibrahim, kakak sepupunya yang sudah lama tinggal di sana dan punya pengalaman pahit pula dalam pernikahan.

Seminggu waktu cuti yang dimiliki Kemal. Selama kepergiannya, ia mengaku sedang bekerja di luar kota pada Sawitri dan mertuanya. Waktu luang tersebut dimanfaatkannya untuk mengunjungi tempat-tempat wisata di Malaysia, dengan dipandu Kak Ibrahim.

Dalam pelancongannya tersebut lah, ia bertemu rekan kerja Kak Ibrahim, seorang gadis keturunan Tionghoa bernama Liliana. Gadis yatim tersebut ternyata menarik hati Kemal. Bukan hanya parasnya yang cantik, kepribadiannya yang sederhana, lembut dan tangguh pun berhasil membuat nama Liliana memenuhi hatinya.

Tuesday 16 January 2018

Sosok itu Nyata....

Maret 2018 nanti genap 4 tahun saya menikah. Selama itu pula saya masih menantikan kehadiran buah hati. Saya sangat sadar bahwa bukan hanya saya yang mendapat ujian penantian seperti ini. Ada keluarga dekat, teman di dunia nyata apalagi maya yang juga mengalaminya.

Sepupu saya dan sepupu suami sama-sama menanti 5 tahun sebelum Allah beri karunia anak. Seorang ibu yang bertemu di bidan bilang, 6 tahun menunggu kehadiran anak. Istri guru saya pun 'kosong' selama 10 tahun. Semua orang tersebut pernah saya temui, bahkan saya dengar langsung cerita perjuangan ikhtiar dan kesabaran menunggu buah hati.

Ada pula cerita tentang orang lain yang tidak pernah saya temui langsung. Beberapa anggota sebuah grup yang isinya wanita pejuang hamil (#menujumenjadiibu2018) misalnya, bercerita bahwa mereka sudah lebih dari 10 tahun menikah, masih menunggu kehadiran anak, dan sudah pada tahap pasrah pada ketetapan Allah. Yang lainnya pernah sharing bahwa ada juga orang-orang sholihah yang mereka kenal harus menunggu lebih lama untuk punya anak. Sampai cerita itu disampaikan pun mereka belum Allah perkenankan menjadi orang tua sesungguhnya.

Dalam kesempatan lain saya menyimak penggalan ceramah Ust. Khalid Basalamah tentang nasihat bagi yang sedang menanti momongan. Beliau menuturkan pengalaman seorang sahabatnya di Arab Saudi sana yang seorang dokter, namun Allah beri ujian untuk menanti buah hati selama 16 tahun lamanya. Qadarullah pada tahun ke-16, beliau diberi amanah seorang anak. Beberapa tahun kemudian beliau kembali diberi anak kedua serta ketiga. Subhanallah...setelah menunggu begitu lama, Allah beri karunia padanya bertubi-tubi.

Begitu banyak cerita tentang orang-orang yang mendapat ujian serupa dengan saya rupanya belum cukup bagi saya untuk merasa tenang. Seringkali saya masih uring-uringan dengan ujian ini. Seolah semua cerita di atas, meskipun nyata didapat dari sumber yang dapat dipercaya, tidak lantas membuat saya bangkit dari putus asa :(

Tuesday 9 January 2018

"Menjadi Guru: Panggilan Hati atau Demi Gaji?"

Perangkat mengajar, jadwal mengajar, soal-soal ujian, pengayaan dan remedial, supervisi, sertifikasi, sampai akreditasi adalah Beberapa poin yang berkaitan dengan tugas dan kewajiban guru.
Sebagai motivator, fasilitator, inovator ataupun evaluator merupakan berbagai peran yang harus dijalankan guru dalam kegiatan pembelajaran.

Setelah terjun menjadi guru di sekolah, saya baru sadar bahwa tugas guru itu amatlah banyaaaakkk. Tugas administrasi, menyiapkan media dan metode pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, memberikan konseling akhlak, memberikan layanan tambahan bagi siswa yang remedial, menyiapkan bahan ujian, mengoreksi, mengolah nilai, daaannn yang lainnyaaa. Fiuuhh, ternyata menjadi guru tak seenak yang dulu saya bayangkan: setiap hari bisa pulang cepet, bisa ke sekolah pas jam nya mengajar saja, dan tiap siswa libur ya guru libur. Some facts are really correct, while the others will be different at all.

Tugas pokok dan fungsi guru yang bejibun ini nyatanya memang harus dilaksanakan agar bisa memberikan 'pelayanan' maksimal untuk siswa.

Misal aja sebelum mengajar guru perlu membuat rencana, fungsinya ya agar kegiatan pembelajaran bisa dilaksanakan berurutan sesuai cara siswa kita belajar. Saat ada guru yang senengnya langsung aksi tanpa mikirin rencana mengajanya, atau berpikir gimana nanti di kelas, niscaya siswa akan bingung karena si guru pun mungkin tampak kebingungan ketika sudah berada di kelas.

Atau sebaliknya, ada saja tipe guru yang senangnya bermain-main dengan desain rencana mengajar yang apik dan rinci, namun di kelas dia kaku menerapkan rencananya sendiri. Hasilnya, siswa pun tidak mendapat kegiatan pembelajaran yang maksimal.

Tapi justru dari sinilah seorang guru bisa terlihat perbedaannya dengan guru lainnya, termasuk tujuannya mengajar apakah panggilan hati atau hanya sekedar profesi agar tiap bulan mendapat gaji? Aduuh, kok sadis yaaa!?

Gambar terkait
Dari sini