Tuesday 31 May 2016

Apa Enaknya Jadi Guru?

Menjadi seorang guru (ternyata) merupakan cita-cita pertama di masa kecil saya. Setelah sempat berubah cita-cita menjadi seorang dokter anak (karena saya menyukai anak-anak), akuntan (karena senang hitung-menghitung sekaligus terinspirasi sepupu yang menjadi seorang akuntan), serta ahli gizi, akhirnya saya kembali pada fitrah awal saya untuk meraih cita-cita menjadi seorang guru.

Tidak dipungkiri, cita-cita menjadi guru kembali terpatri kuat setelah mendapat nasehat Mama. Saat itu Mama memberi nasehat dan arahan saat saya akan menentukan jurusan di perguruan tinggi. Menurut Mama, menjadi guru adalah ladang pahala bagiku selain penghasilan yang bisa didapat. Bagi seorang wanita, guru akan menjadi pekerjaan yang tak begitu banyak menyita waktu, karena waktu bekerja lebih fleksibel dan luang sehingga urusan rumah tangga nantinya tak akan terbengkalai.

Gambar diambil dari sini
Alhamdulillah, segala proses menjadi seorang guru berhasil saya lalui. Rasanyaa luar biasa. Menjadi guru berarti menjadi contoh, panutan, teladan. Karena guru adalah orang yang digugu dan ditiru, saya dihadapkan pada lingkup pekerjaan yang selalu dinamis, yang mewajibkan sebuah pembelajaran sepanjang hayat. Dan ternyata, ada banyak keuntungan, banyak enaknya menjadi seorang guru, lho. Berikut ringkasan pengalaman saya selama menjadi seorang guru, hehe.

Secara private, saya memang pernah mengajar murid sekolah dasar hingga karyawan. Melalui kegiatan belajar itu, saya bisa mengenal lebih banyak orang, lebih tau berbagai karakter anak hingga orang dewasa, belajar bergaul dengan lebih luwes, juga mengunjungi tempat-tempat baru (khususnya saat saya mengajar karyawan dan sesekali menjadi interpreter). Nah, saat menjadi interpreter itu pula saya mendapat kesempatan untuk berbicara lebih intens dengan foreigners. Hehe, gaya dikit laahh, ngomongnya sama bule :D

Saat menjadi guru di sebuah institusi pendidikan, keuntungan yang sama juga Alhamdulillah bisa saya dapatkan. Secara materi, jenjang karir dan penghasilan sudah lebih dari cukup. Namun diluar itu, keuntungan moriil lain juga bisa didapatkan.

Tuesday 24 May 2016

Guru Kok Ngambek?

Ngambek biasanya diidentikkan dengan anak kecil, yang ditunjukkan dengan ekspresi diam, marah, atau menangis saat keadaan tidak sesuai dengan harapan. Itu sih definisi dari saya pribadi. Selain itu, "Ngambek sering diidentikkan dengan sifat kekanak-kanakan, karena hampir semua anak mengekspresikan rasa tidak senang atau emosinya dengan cara ngambek" (Ariyani Na, dalam Ada yang Suka Ngambek?). Nah kalau menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, dan yang saya jumpai hanya kata dasarnya yaitu Ambek yang merujuk kepada kata Merajuk, artinya adalah (1). Menunjukkan rasa tidak senang (dengan mendiamkan, tidak mau bergaul). (2) bersungut-sungut atau mengomel. Intinya, ngambek merupakan luapan emosi terhadap hal yang tidak menyenangkan melalui berbagai ekspresi.
Nah... Apakah Anda pernah melihat seorang guru yang ngambek? Apa yang terlintas dalam benak Anda saat itu? Kalau saya sih langsung mikir, "Kok kayak anak kecil ya, begitu aja ngambek!"

Saya pernah menyaksikan guru yang kelihatan ngambek dengan kelas yang diajarnya, sehingga tidak masuk kelas dengan alasan antara lain: anaknya susah diatur, banyak bicara, tidak mau mengajar kelas tersebut, dsb. Alasan yang sebenarnya bisa dibantah. Pertama, anaknya susah diatur. Memang sudah jadi tugas guru untuk memanajemen kelas kan, jadi ya pasti ada yang salah pada guru ketika anak-anak sulit diatur. Kedua, anaknya banyak bicara. Kembali ke poin manajemen kelas, atau strategi guru untuk mengarahkan keaktifan anak dalam berbicara ke arah kreativitas yang lebih positif. Dan ketiga, tidak mau mengajar kelas tertentu. Yah ini kan soal amanah menjalankan tugas. Toh guru tidak punya wewenang untuk memilih di kelas mana dia akan mengajar, kan? Jadi ya guru harus siap ditempatkan mengajar di kelas manapun. Ceileeehh...gaya banget, padahal dalam hati saya juga sering terkesan mengecap kelas tertentu dengan 'enak' atau 'tidak enak', hehehe.