Sunday 17 May 2015

Menangis Karena Allah

Sebuah judul kajian Ahad yang menarik perhatian saya untuk menyimaknya dengan lebih seksama. Menarik karena menangis tidak terpisahkan dari hidup saya. Seringkali saya menangis saat tak bisa meluapkan perasaan yang disimpan di hati, atau saat tak mau terbawa lebih jauh oleh perasaan. Bagi saya, menangis dapat menjadi cara alternatif untuk melegakan hati, karena setelah menangis otomatis hati jadi plooongg...jadi bisa kembali meringis, hehe. Selain itu, setiap orang pun pernah merasakan menangis dalam hidupnya. Jadii..menangis bukanlah sebuah hal yang tabu atau memalukan. Namun yang paling menarik adalah bagaimana menjadikan menangis kita tidak sia-sia, melainkan dilakukan semata-mata karena Allah.

Kajian ini disampaikan oleh Ustadz Ahmad Zainudin dari sebuah masjid di Kebumen, Jawa Tengah. Saya sih tidak jauh-jauh datang ke sana, hanya mendengar melalui radio di rumah, hehe. Judul dan isi kajian yang menarik ini mendorong saya untuk membagi ringkasannya melalui tulisan ini. Selamat membaca!

Diambil dari sini

Menangis Karena Allah


Menangis menunjukkan sebuah perasaan terdalam seseorang yang tidak dapat diluapkan melalui kata maupun tindakan. Pada umumnya, menangis akan dilakukan saat hati merasa terlampau bahagia, sedih, ataupun takut. Sebaik-baik menangis adalah yang dilakukan karena Allah, misal karena takut membayangkan pedihnya azab Allah. Menangis terhadap keadaan hidup pun diperbolehkan, asal dilakukan tanpa ceracau yang menyalahkan takdir Allah.

Ibnu Qoyyim menyebutkan lima jenis menangis karena Allah:
  1. Menangis karena takut kepada Allah. Takut akan balasan yang akan diberikan Allah atas perbuatan dosa yang pernah dilakukan, takut bila pertolongan Allah tak datang, juga takut bila dimasukkan ke dalam nerakaNya. Na'udzubillah.
  2. Menangis karena kasih sayang. Menangis dengan alasan ini mencerminkan sebuah perasaan yang tulus dan tidak dibuat-buat. Contoh yang paling dekat dengan kita adalah menangisnya seorang Ibu karena kesedihan maupun kebahagiaan anaknya.
  3. Menangis karena cinta. Kaum Anshor pernah menangis saat mengira Rasulullah akan kembali ke Mekkah. Menangisnya mereka karena begitu cintanya pada utusan Allah sehingga tak ingin berpisah dengan Rasulullah.
  4. Menangis karena kesenangan. Abu Bakar Ash-Shiddiq pernah menangis karena rasa syukur dan senangnya akan kesempatan yang diberikan Allah untuk menemani Rasulullah saat berhijrah ke Madinah.
  5. Menangis karena sedih. Penyebabnya antara lain karena dosa-dosa yang diperbuat, penyakit yang diderita, kesusahan yang menimpa dalam hidup, dan lain sebagainya. 

Keutamaan Menangis Karena Allah


Sesuatu yang dilakukan karena Allah tidaklah sia-sia, karena Allah begitu rapi menata setiap keutamaan bagi hamba-hambaNya. Diantara keutamaan menangis karena Allah adalah:

Friday 15 May 2015

#BeraniLebih Berani Katakan Tidak

Ga tegaan, ga enakan, manut aja, itulah saya. 
Tidak bisa menolak, tak berani menyanggah, itu juga saya. 

Dalam menjalankan peran sebagai makhluk pribadi, seringkali saya tak bisa berkompromi dengan diri sendiri. Misal, sering menunda pekerjaan hingga waktu istirahat jadi nanggung dan kurang maksimal; masih mengikuti ego untuk bermalas-malasan walau ditunggu oleh seabrek pekerjaan; atau banyak menangguhkan kebaikan seperti belajar masak, menjahit, dan sebagainya. 

Sebaliknya, ketika berperan sebagai makhluk sosial, saya berubah menjadi orang yang tak tegaan, ga enak-an terhadap orang lain. Yang sering terjadi adalah saat orang lain meminta bantuan, mengajak pergi, mengajak melakukan sesuatu bersama, bahkan menyuruh mengerjakan pekerjaannya (bahasa halusnya sih minta tolong,,tapi kerjaannya banyaaakk...jadi pakai kata 'menyuruh', hehe), saya hampir selalu bilang YA walau hati berkata TIDAK. 

Dalam konteks yang berbeda, misal dalam forum rapat, saat ada saran yang disampaikan saya pun tak berani menyanggah walau itu yang sesungguhnya ingin dikemukakan. Sehingga apapun keputusan rapat pada akhirnya, saya akan terlihat manut saja, tanpa menyampaikan pendapat pribadi yang mungkin tak sejalan dengan keputusan yang diambil.

Tampak seperti munafik? Bisa jadi, karena yang saya ucapkan mungkin saja tak sesuai dengan yang dirasa. Namun apa daya, saya terlampau tak berani berkata TIDAK pada apa-apa yang tak sejalan dengan hati.

Seiring berjalannya waktu, saya sadar bahwa sifat ini akan merugikan orang lain, apalagi diri saya sendiri. Karena selamanya saya hanya akan bisa mengIYAkan keinginan orang walau hati merasakan itu sebagai beban maupun hanya bisa manut tanpa pernah berani menyuarakan pendapat pribadi. Saat itulah saya merasa perlu mencoba #beranilebih berani untuk katakan TIDAK pada hal yang tak sesuai perasaan, keinginan, dan keadaan diri. Berawal dari #beranilebih katakan TIDAK, saya selanjutnya akan belajar banyak, yakni berkompromi dengan orang lain atau menerima keputusan yang berseberangan namun baik bagi semua. #Beranilebih berani berkata TIDAK bukan berarti mengedepankan ego pribadi, namun membuka kesempatan untuk lebih berkompromi dan berdamai dengan perasaan sendiri, dengan orang lain maupun kepentingan pribadi dan orang lain.

Sebagai langkah-langkah agar #beranilebih berani berkata TIDAK, saya akan mulai berkomentar dengan gaya nyablak, spontan, kadang diselingi candaan, namun sesuai dengan realita di sekitar. Hal ini sudah saya pelajari dari suami tercinta, para 'senior' saya di tempat kerja, atau orang lain di sekitar saya. Selanjutnya, saat mulai terbiasa untuk bisa menentukan saat untuk berkata YA dan TIDAK serta cara terbaik untuk menyatakannya, saya bisa dengan lantang #beranilebih berani berkata TIDAK.

Usaha #beranilebih berkata TIDAK ini hanya bergantung pada saya, berani atau tidaknya saya memulai dan mencoba. Maka dari itu, saya harus memulainya dari sekarang, agar #beranilebih berani katakan TIDAK tak hanya menjadi seonggok harapan yang saya tuangkan dalam tulisan ini.

Akun FB saya: Dessy Nur Setyorini
Akun Twitter saya: @ns_dessy

https://www.facebook.com/lightofwomen/photos/a.689768644417701.1073741830.668299303231302/864009523660278/?type=1

Sunday 10 May 2015

Membaca: Kebiasaan yang Bikin Ketagihan

"Budayakan membaca sejak kecil"
"Membaca membuka cakrawala dunia"
"Buku adalah jendela dunia"

Kutipan di atas menggambarkan sebuah tema yang sama: membaca. Maksud ketiganya pun sama, berisi ajakan untuk membaca, membaca memiliki banyak keuntungan, membaca itu memang diperlukan. Membaca juga menjadi kegiatan yang digadang-gadang oleh orang tua, sekolah ataupun pemerintah agar dijadikan sebagai budaya dalam keseharian kita. 

Namun jauh sebelum itu, Islam telah menyiratkan perintah untuk membaca ayat-ayat Allah dan tanda-tanda kekuasaanNya melalui (salah satunya) wahyu pertama yang diturunkan kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam yakni QS. Al-'Alaq ayat 1-5.

Maka tak heran bila membaca menjadi sebuah keterampilan yang penting untuk dikuasai. Kebiasaan membaca perlu diperkenalkan dan dipupuk sejak dini, agar di kemudian hari tidak menjadi sebuah kegiatan yang dilakukan dengan terpaksa. Secara pribadi, kebiasaan membaca telah diperkenalkan oleh orang tua kepada saya sedari kecil, bahkan mungkin sebelum saya mampu membaca tulisan apapun. Berikut cerita lengkapnya.

Gemar Membaca


Dimulai dari orang tua, dicontohkan pula oleh mereka. Waktu kecil mungkin saya belum mampu menangkap kegiatan yang sehari-hari dilakukan orang tua. Namun saya bisa perkirakan bahwa salah satu kegemaran mereka adalah membaca, walau bukan membaca sebuah buku yang tebal atau novel yang panjang. Surat kabar, tabloid, majalah komputer adalah sebagian contoh bacaan yang pernah mereka baca dulu, setidaknya saya tebak begitu karena ketika beranjak sekolah saya menemukan 'benda-benda' tersebut di rumah.

Friday 1 May 2015

The Android: Kado yang Bukan di Hari Ulang Tahunku

Berjualan. Tanpa disangka, itulah usaha sampingan saya kini, yang dimulai tepat sebulan sebelum menikah. Berawal dari keisengan, usaha ini saya lanjutkan karena terlihat menjanjikan, terutama bila terus berjalan lancar, walau keuntungan belumlah terlihat signifikan.

Berjualan secara online. Itulah pilihan saya dalam menekuni usaha 'sampingan' ini. Jenis usaha ini saya pilih jelas karena saya belum pandai bicara untuk membujuk, memasarkan barang dagangan secara langsung, dan tentu masih ada rasa malu-malu :) Kalau proses penawaran dilakukan secara online, saya merasa lebih pede, mungkin karena tak bertatap muka, hehe.

Setelah menikah, suami melihat keseriusan saya dalam menekuni kegiatan sekaligus usaha baru ini, sehingga Ia memberikan dukungan berupa saran-saran dan bantuan secara fisik dan finansial. Dukungan tersebut meliputi ikut menyumbang uang untuk modal, memberi usulan variasi barang-barang yang akan dijual, mengantar saya ke tempat konsumen maupun konter jasa pengiriman barang, mengepak, mempublikasikan, dan menawarkan barang dagangan ke teman-teman sekantornya bahkan kepada bosnya :D


Online shop saya, mampir yaa :)