"Neng sudah yakin dengan Aa? Mau serius? Aa kan belum mapan."
Itulah pertanyaan serius pertama yang ditujukan oleh (wanita yang kini menjadi) Ibu Mertua saya saat kami pertama kali bertemu. Rasa tak karuan terang saja langsung berkecamuk dalam batin saya. Saat itu saya mengira-ngira apa maksud pertanyaan itu? Tak suka kah Ibu denganku? Tak setuju kah Ibu bila nanti anaknya menikah sebelum mencapai "kemapanan"? Atau itu merupakan sebuah tes untuk menguji keyakinanku untuk menjadikan anaknya sebagai pasangan hidupku kelak? Fiuuuh, semoga saja maksud dilontarkannya pertanyaan itu adalah baik, terutama menurut dan untuk saya.
Kecamuk pikiran yang tak karuan itu tak lantas menghalangiku untuk menjawab pertanyaan Ibu dengan mantap, "Ya, bu". Setelah itu barulah Ibu menjelaskan bahwa beliau ingin anaknya dapat "mapan" dan pada saatnya meminang seorang wanita dengan langkah yang pas, mantap, serta pantas. Ibu tak ingin anak dan menantunya nanti hidup susah setelah menikah. Huaaah, ternyata begituu maksud dari pertanyaan yang serius itu.
Begitulah Ibu Mertuaku, seorang wanita asal Kuningan, Jawa Barat. Sosok istri dan ibu yang mampu melakukan semua tugas kerumahtanggaan dan pekerjaan di luar rumah dengan sangat baik. Dan pastinya, ibu jago sekali masak.
Secara nama, usia dan fisik mirip dengan Mama, sehingga saya tak memiliki kesulitan yang berarti saat beradaptasi dengan Ibu. Sifat keibuan, lembut, kuat, teguh, sabar, dan penyayang nya pun mirip Mama. Ya pasti begitu, karena sejatinya setiap wanita terutama seorang Ibu memiliki sifat-sifat tersebut.
Secara nama, usia dan fisik mirip dengan Mama, sehingga saya tak memiliki kesulitan yang berarti saat beradaptasi dengan Ibu. Sifat keibuan, lembut, kuat, teguh, sabar, dan penyayang nya pun mirip Mama. Ya pasti begitu, karena sejatinya setiap wanita terutama seorang Ibu memiliki sifat-sifat tersebut.