Saturday, 23 June 2018

Lebaran Kelima dengan Pertanyaan "Itu"

Syawal 1439 H adalah Idulfitri kelima saya bersama suami. 3 kali diantaranya, termasuk tahun ini, kami pulang ke kampung halaman suami, dan otomatis bertemu keluarga besarnya disana. Terbayang sudah jauh-jauh hari pertanyaan apa yang bakal saya (dan suami) dengar saat bersilaturahmi di Idulfitri.

Yap. "Sudah isi belum?" dan beragam pernyataan yang menyertainya. Hiks.

Sekian hari sebelum Idulfitri, berseliweran post berbagai macam pertanyaan 'horor' begitu di timeline. Mayoritas sih menyasar kaum jomblowan jomblowati, yang suka deg-degan ketemu keluarga atau sahabat khawatir ditodong pertanyaan berawalan "kapan", hehe. Tidak jarang di post tersebut dijembreng strategi menjawab dan menyikapi pertanyaan paling dihindari tersebut.

Tak terkecuali saya yang sudah ancang-ancang dengan satu pertanyaan horor nan menohok "sudah isi belum?". Sewaktu single saya malah jarang mendapat pertanyaan legendaris "kapan nikah?" dari sanak saudara. Ketika sudah menikahlah saya agak khawatir dengan berbagai pertanyaan dari tetangga, teman atau keluarga mengingat saya belum juga diberikan momongan. Bahkan kadang saya sensitif dengan momen kumpul keluarga, saking khawatirnya ditanya ini itu tentang kehamilan yang belum kunjung saya dapatkan :(

Akhirnya saya coba membaca pengalaman orang lain yang bernasib serupa; bagaimana perasaan, sikap dan jawaban mereka saat pertanyaan itu mampir di telinga. Beruntung seorang pejuang kehamilan panutanku, mba Devi (@devimsi_), membahas hal ini di ig feed nya, cusss lah saya ubek-ubek postingannya.

Kesimpulan dari sharingnya mba Devi, kita perlu menyiapkan benteng pertahanan untuk menghadapi situasi tidak menyenangkan karena pertanyaan "sudah isi belum?". Untuk apa? Agar diri ini tidak "luluh lantak dan merasa sedih yang berkepanjangan" akibat pertanyaan yang bikin gak enak hari tersebut. Karna sebenarnya para penanya tersebut tidak memahami posisi kita dan merasakan perjuangan kita yang jumpalitan untuk menjemput buah hati. Dalam pikirannya mereka mengira setelah nikah ya wayahnya langsung hamil, kalau lama menikah tapi belum kunjung hamil ya karna gak pengen hamil atau sengaja ditunda, de-el-el.
 
Benteng pertahanan dibangun dengan dasar berserah diri pada Allah, memohon agar dijauhkan dari pertanyaan tidak mengenakkan tersebut atau bahkan dilapangkan hati kita bila terpaksa mendengarnya. Selanjutnya ajak si penanya merasakan kondisi dan perjuangan kita, agar mereka paham berlikunya perjuangan kita untuk mendapatkan kehamilan. Selanjutnya, tetapkan hati untuk bersyukur atas nikmat Allah yang sudah kita dapatkan dan menyakini bahwa takdirNya pasti yang terbaik bagi kita agar benteng pertahanan bisa semakin kuat.

Dalam sharingnya, mba Devi juga memaparkan sharing teman-teman seperjuangan lain yang ternyata woowww lebih Masyaa Allah perjuangannya dibanding saya, bahkan mba Devi sekalipun mungkin. Ada yang siap menyongsong Idulfitri ke-17 dengan pertanyaan "sudah isi belum?" dan masih akan dijawab "belum", juga ada yang kondisinya ternyata secara logika sangat tidak memungkinkan untuk bisa hamil (jadi membuat saya yang kondisinya mungkin lebih baik bisa bersyukur) tapi ia masih bertahan dalam kesabaran.

Saya pun terdorong untuk menyiapkan 'benteng pertahanan' sebelum mendapat pertanyaan serupa. Adalah beberapa pernyataan yang akan saya lontarkan bila pertanyaan "itu" dilemparkan. Semua saya siapkan sambil terbayang wajah-wajah yang akan bertanya demikian, hahaha. *Saking seringnya ditanya sih :D Saya sih emang tipenya kebawa berpikiran negatif tentang hal-hal begini, jadi selalu menduga yang gak-gak, padahal belum tentu kejadian.

Hari Idulfitri pun tiba. Hati gembira, syukur terucap pada Yang Maha Kuasa. Dan wow, di luar dugaan ternyata hari-hari itu tidak semenyeramkan bayangan saya. Hanya ada beberapa orang yang melontarkan pertanyaan horor tersebut, itupun dengan nada yang jauh dari mengejek dan lainnya yang negatif lah, pun disertai senyum dan harapan tulus.

*Silaturahmi dengan tetangga, bertemu guru sekolah dasar saya yang juga menunggu lama sebelum memiliki anak*
Bapak : Gimana Dessy kabarnya? Sudah berapa (anaknya) nih?
Saya : Belum ada pak... Mohon doanya :)
Bapak : Oh ya gak apa-apa. Bapak juga dulu 10 tahun baru ada. Semangat aja, tetap berusaha
Saya : Iya pak... (dalam hati mengucap Alhamdulillah...malah diberi semangat kan)

Nah, kalau si penanya pernah berada pada posisi serupa yang harus menunggu buah hati sekian purnama, pasti komentarnya bikin adem hati. Karna beliau tau persis bagaimana rasanya berjuang demi impian memiliki anak.

*Silaturahmi dengan kerabat dekat suami*

(1)
Bibi : Gimana udah isi belum?
Saya : Belum bi...
Bibi : Cepetan atuuuhhh... (nadanya sih datar, gak yang menyebalkan untungnya)
Saya : Iya bi, maunya juga begitu. Doain aja :)

(2)
Bibi : Belum isi?
Saya : *menggeleng*
Bibi : Lama yaaaa...... (nyebelin niih ngomongnya, huh)
Bumer : Yaa...emang belum dikasih. Kalo ngobrol sama orang malah suka ada yang bilang, "Saya udah 13 tahun malah baru dikasih" jadi sabar aja.
Saya : *bengong*

*Silaturahmi dengan kerabat agak jauh suami*

(1)
Uwa : Eh 'kebalap' lagi yaa (ada sepupu yang sedang hamil padahal baru tahun lalu menikah)...
Saya : Iya nih... Masih disuruh sabar... (Mata mulai remeng-remeng basah haha)
Uwa : Ya gak apa-apa, nanti pasti dikasih. Yakin. Sabar aja... (Alhamdulillah komennya malah bikin adem)
Saya : Iya wa.. Aamiin :)

(2)
Uwa : Kirain teh udah gendong (anak)....
Saya : Maunya sih gitu, wa.
Uwa : Yaa mudah-mudahan tahun depan udah gendong (anak) yaa.
Saya : Aamiin......... (sambil mikir, kalo tahun depan belum gendong anak juga, eyke gak bakal ikut pulang kampung kayaknya huhuhu)
***

Well....Alhamdulillah lah yaaa pertanyaan dan komentar bertema "sudah isi belum?" tahun ini tidak sehoror yang saya bayangkan. Mungkin para sanak famili sudah agak bosan menanyakan hal ini tiap tahun ahahaha. Tapi saya sih merasa ini bagian dari efek 'benteng pertahanan' yang sudah coba saya bangun sebelum denger pertanyaan bernada seperti ini. Dari seringnya denger pertanyaan ini juga lah yang membuat saya lebih santai tahun ini.

To sum up, beberapa hal yang saya lakukan saat mendapat pertanyaan "itu" khususnya di momen silaturahmi tahun ini adalah:
  • Lempar senyum, daripada keburu mrebes mili atau emosi
  • Jawab dengan santun bahwa saya pun masih berikhtiar dan Allah masih menyuruh untuk sabar
  • Tegaskan bahwa saya pun sangat ingin punya anak, bukan menyengaja menunda-nunda
  • Meminta doa dari si penanya
  • Menyampaikan keyakinan bahwa Insya Allah sebentar lagi Allah akan mengaruniakan anak pada saya

Intinya, anggaplah segala pertanyaan maupun komentar macam di atas itu benar-benar bentuk perhatian serta harapan sanak saudara dan orang-orang lain yang bertanya pada saya. Dan semoga saja ada doa mereka yang diijabah oleh Allah kan. Who knows? :)
"Kita tidak dapat mengatur komentar orang lain terhadap diri kita. Tapi kita bisa mengatur hati dan pikiran kita agar tetap berpikir positif terhadap komentar orang"

Ada juga kah yang parno dengan pertanyaan "sudah isi belum"? 


*Edisi curhat tengah malam :D*

2 comments:

  1. Kalau prinsip saya mba, kita nggak bisa mengatur mulut orang tapi kita bisa mengatur hati kita untuk nggak gampang mellow. Semangat ya mba, Allah maha adil (:

    ReplyDelete
    Replies
    1. Benaarr mba...kuncinya ada pada hati kita yah. Kalau hatinya aman mah komentar macam apa juga bakal lewaatt hehe. Makasih udah mampir mba :)

      Delete